Chris Tofel
Ketika Minoritas Bermimli
Kami seakan kumpulan pecundang.
Yang sudah dimaterai balutan lumpur.
Harga diri kami hanya seikat pisang busuk.
Boleh ditukar, diinjak, bahkan dilumat.
Takdir seakan tak memberi kesempatan bagi mimpi kami.
Siapa yang mau membeli?
Golongan tuan tanah hanya peduli kepada para kapitalis.
Giliran kami hanya bisa mengemis kepada nasib.
Kepada Tuhan kami bersitegang.
Mengadu antara doa dan kenyataan pahit.
Tertawan oleh rasa cemburu kepada kaum cendekiawan.
Mengapa mimpi mereka seperti disukai dewi fortuna?
Kemana lagi kami harus mengadu?
Di penghujung nirwana sekiranya ada sedikit rasa iba.
Kami tak sanggup membeli banyak.
Setidaknya sisakan sedikit untuk ruang mimpi kami.
Jakarta, 31 Agustus 2022