Mau Ikut Lomba Menulis Gratis? Daftar Sekarang!

Mimpi Kita Bersama - Karya : Nadia Azizah Putri (LCPC 14 Cerpen)

Admin

 


Mimpi Kita Bersama

Karya : Nadia Azizah Putri


Seorang wanita paruh baya, dengan rambut hitam lurus sebahu mengenakan sweater tipis berwarna toska lengkap dengan tas belanjaanya di lengan kanan sedang memilih-milih barang di supermarket. Wanita itu sedang berbelanja untuk kebutuhannya dua hari kedepan.

Setelah wanita itu selesai mengambil barang yang dia butuhkan untuk kebutuhan keluarganya, dia berjalan ke arah kasir. Bicara satu dua patah kata. Kasir itu sibuk memencet keyboard sambil melihat layar monitor komputernya. Wanita itu membayar tunai. Setelah ucapan terimakasih dari kasir itu, wanita itu keluar dari supermarket.

Baru saja melangkahkan kaki dari pintu supermarket, seorang wanita dengan rambut dikuncir tinggi panjang berwarna hitam. Mengenakan sweater yang sama. Berbahan tipis lembut dan berwarna toska menghentikan wanita itu. Dia memegang bahunya. Lantas wanita yang dihentikan langkahnya menatap kaget. Beberapa detik berselang, pikiran wanita itu sedang mencerna apa yang dilihatnya. Lalu berteriak girang memeluk wanita itu. Dia tertawa bahagia, girang sekali.

“Vyra!!” Wanita itu memeluk wanita bernama Vyra itu sambil mengusap-ngusap punggungnya. Vyra juga bahagia. Dirinya tersenyum lebar lalu melepaskan pelukan pelepas kerinduan itu.

Mereka saling berbicara. Menanyakan kabar, bagaimana keadaan sekarang, dan hal-hal pribadi lainnya.

***

Danau itu terlihat indah sepanjang mata memandang. Begitu biru di setiap bentangannya. Asri bersih dan sejuk. Suasananya begitu damai.

Di pinggir danau, Vyra dan wanita itu duduk menikmati indahnya danau ditemani suara burung yang bercengkrama di pagi ini. Setelah perbincangan singkat mereka di depan supermarket, keduanya memutuskan untuk mengunjungi danau ini. Bernostalgia mengingat segala hal yang indah yang t’lah menjadi kenangan.

Wanita itu bernama, Kyra. Vyra dan Kyra adalah sepasang sahabat dari sekolah menegah pertama. Mereka kerap menjalani segala sesuatu bersama. Kemiripan mimik muka mereka yang tirus bak pinang dibelah dua. Melihat mereka tak lepas dari sebutan kembar. Namun setelah tamat sekolah menengah akhir, keduanya sama-sama harus berpisah menempuh hidup yang lebih sulit lagi demi membangun masa depan yang cerah. Menggapai segala mimpi yang t’lah digantungkan. Menjalankan segala plant demi plant hidup yang t’lah mereka susun bersama. Meski berat, mereka tetap harus kuat. Perpisahan itu takkan lepas dari air mata, namun mereka telah berkotminmet dan yakin kelak ada nanti di suatu hari merekan kan dipertemukan kembali. Zaman itu tidak semodern zaman sekarang. Sekarang semuanya sudah bisa berkomunikasi melalui internet. Saling terhubung meski jarang selalu menjadi pemisah. Dan hari yang mereka yakini, yang mereka percayai itu datang di hari ini. Setelah dua puluh tahun berpisah, waktu kembali mempersatukan. Mereka sudah tua, usianya  hampir menginjak lansia, sekitar empatpuluhan, meski begitu ingatan akan janji selalu kan menghampiri hati sebelum mati.

“Kau mengingatku.” Kyra bersuara, dia tertawa pelan memperjelas kulitnya yang keriput.

“Tentu saja, bagaimana bisa aku melupakan janji yang t’lah kita buat bersama.” Vyra balas tertawa sambil memegangi jari jemari sahabatnya.

“Aku merindukan segala masa yang kita jalani bersama. Sungguh aku ingin mengulangnya kembali meski di dalam mimpi. Masa yang tlah menjadi kenangan itu sekarang perlahan pupus dari ingatan.” Kyra mendongak, mengungkapan isi hatinya.

“Aku juga begitu, siapa pun juga begitu. Namun kita tahu waktu itu takkan pernah bisa diulang. Dan yang terjadi itulah yang terbaik.”

Mata mereka sama-sama berkaca-kaca. Mereka berdua sama-sama menatap langit, sekarang langit itu menjadi layar sinema memutar ulang segala kenangan yang masi tersisa diingatan. Hening.

“Bagaimana sekarang, kau berhasil?” Tanya Kyra tanpa basa-basi. “menggapai mimpimu.” Sambungnya.

“Untuk mimpi yang kita bicarakan bersama di masa itu. Aku gagal dalam menggapainya. Aku gagal dalam mewujudkan mimpi yang slalu kita sebut-sebut. Membericarakannya sambil tiduran di tanah hijau, menegadahkan wajah menatap langit, lalu menjadikan bentangan biru itu sebagai pemutar skenario hidup yang kita buat. Aku gagal.”

Kyra menatapi sahabatnya. Dia tersenyum lembut lalu manggut-manggut. “Kita sama-sama gagal. Aku juga tidak menggapainya. Semua kendala itu telah membuatku berkelok dari segala rencana. Mengubah alurnya dan menuntutku pada sesuatu yang aku tidak tahu sama sekali.”

“Namun itulah yang terbaik.” Vyra langsung menyahut.

“Kau benar, itulah yang terbaik.”

Mereka sama-sama tidak menyesali kegagalan yang tlah terjadi. Mereka sama-sama mesyukuri hidup dan skenario Tuhan untuk mereka. Meski tua dan tlah berpisah begitu lamanya, keserasian mereka tetap terlihat. Tiada kecanggungan seolah-olah tidak ada dua puluh tahun pemisah itu.

“Lagipula jika aku gagal dalam menggapai mimpiku itu, sekarang aku punya mimpi baru yang harus kuwujudkan. Mimpi yang menuntutku untuk mewujudkannya meski sebesar apapun hambatannya.”

Kyra menatapi Vyra.

“Mimpi untuk membangun keluarga yang harmonis hingga maut menjemputku.”

“Mimpi kita bersama.” Kyra membantah dengan cepat.

Vyra menatap takjup lantas tertawa. Mereka sama-sama tertawa. “Mimpi baru kita, Mimpi kita bersama.”

***

Bukittinggi, 4 Agustus 2022



Posting Komentar

Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.