Mau Ikut Lomba Menulis Gratis? Daftar Sekarang!

Mimpi Seekor Ngengat - Mega Sri Rahmah (LCPC 14 Cerpen)

Admin

 

Mimpi Seekor Ngengat

Mega Sri Rahmah


Angin malam ini begitu tenang sayapku merasakan betapa ringannya hilir angin yang mengikuti alunan melodi alam. Tidak, kau tidak salah dengar ketika aku bilang bahwa aku punya sayap, ya, aku adalah seekor serangga yang bisa terbang. Inilah aku seekor ngengat yang memliki warna yang membosankan. Sebagian dari jenisku begitu dibenci karena menjadi hama, tetapi tidak bagiku karena aku merupakan serangga penyerbuk di malam hari. Namun, kehadiranku jarang disebut-sebut oleh makhluk yang bernama manusia bahkan aku tidak populer dikalangan para Bunga Musim Semi.

Aku merasa sangat lelah dengan kehidupanku yang begitu membosankan, sesekali aku ingin sekali membantu penyerbukan bunga yang indah, misalnya Bunga Flamboyan sekaligus menyatakan rasa suka ku pada pohon berbunga indah itu ataupun mengejar cahaya bulan yang menyejukan. Namun, apalah daya setelah tertimpa ranting kayu saat aku ingin membantu menyerbukan bunga di pohon bungur sayapku patah dan kini aku tak yakin bahwa aku bisa terbang lagi.

“Hei, Ngat! Kau sedang apa?” Suara dan kepakan sayap itu membuyarkan lamunanku, ternyata ia sahabatku seekor kelelawar buah yang sering kusebut Kalong.

“Hei! Kau mengejutkanku Long …, entahlah, aku merasa lelah.” Wajahku menarik perhatian Kalong yang kini berada di atasku dan menggantungkan tubuhnya sedangkan telinga lebarnya mengarah padaku.

“Aku tahu, kau memikirkan tentang kehadiranmu di dunia ini dan pengakuan tentang jasamu lagi kan? Ataukah masalah mengenai sayapmu yang tak kunjung sembuh?” Kalong berusaha untuk fokus terhadap suara kecilku.

“Kau benar, aku ingin sekali bisa terbang lagi sepertimu, seperti para ngengat, dan para kupu-kupu ….” Aku ragu melanjutkan ucapanku karena air mataku sudah berada di ambang batasnya. “Aku hanya tak habis pikir dengan takdirku, aku berusaha menyelesaikan pekerjaanku kala itu dan apa yang kudapat? Sayap patah yang tidak berguna.” Kalong terkejut dengan perkataanku yang begitu menunjukan bahwa aku sangat putus asa dan kehilangan cahaya harapan.

“Bahkan untuk apa aku hidup? Kalau saja aku mati tertimpa ranting kala itu dan kenapa pula ia menimpa sayapku yang malang? Sudah cukup aku terlahir buruk rupa kini malah menjadi tidak berguna sama sekali!” sambungku lagi.

“Kau tak serius kan? Apakah ini sahabatku Ngengat? Mengapa kau berpikir bahwa semua yang kau lakukan tidak ada artinya? Ayolah sahabatku kau begitu terkenal dikalangan Para Rumput di musim penghujan, meskipun kau kalah populer dengan Kupu-Kupu di musim semi.” Kalong berusaha menyadarkan diriku yang tengah terpuruk. “Ngat, kau adalah hewan yang paling luar biasa yang pernah kutemui, kau sangat berani! kau ingat waktu aku kalah dalam perkelahian dengan kelelawar serangga di tempat kau tinggal dulu? Kau membantuku menang meskipun kau baru saja keluar dari kempompong!”

Aku tersenyum mengingat kejadian itu aku akui bahwa kejadian itu adalah salah satu kejadian yang luar biasa karena aku berusaha melindungi Kalong dan diriku dari serangan kelelawar yang suka memakan serangga. “Karena pendengaranku lebih tajam darimu maka dari itu aku membantumu sekaligus melindungi diriku dari kelelawar serangga.”

“Tetap saja kau luar biasa dibandingkan dengan ukuranmu dan aku tetap mengagumimu Ngengat,” sahut Kalong mencoba menghiburku lagi.

“Apalah dayaku kalong, kau tak lihat? Sayapku telah patah! Sedangkan waktu untuk hidupku akan segera berakhir! Kau tahu betapa menyakitkannya mengetahui bahwa waktumu tinggal menghitung hari sedangkan kau tak berdaya sembari menunggu maut menjeput. Hari berganti hari aku terus menerus menebak ‘Apakah aku akan mati hari ini?’. Tidak Long!Tidak! Itu terlalu menyedihkan Long ….” Aku mendekap tubuhku dengan sayap yang kini lemah dan terlihat rapuh. Kalong mungkin tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi ia bisa mendengarkan rintihanku.

“Ngat? Kau menangis ya? Dengarkan aku baik-baik! Kita sebagai makhluk hidup tentu akan mengalami mati, entah itu saat sehat, sakit, sedih, ataupun gembira, mati akan selalu menjemput kita dimanapun dan kapanpun kita berada. Bukankah suatu keuntungan bisa mengetahui kapan kau mati?” Tanya Kalong. Aku memanjangkan antenaku tanda terkejut bisa-bisanya ia bilang beruntung mengetahui kapan aku mati.

“Dengan mengetahui kapan kita mati, kita bisa menggunakan waktu-waktu berharga itu untuk pekerjaan mulia dan mewujudkan mimpi dengan waktu sesingkat itu!” sambung Kalong.

“Kau tahukan Kalong, bahwa sayapku ini ….” Belum aku melanjutkan ucapanku Kalong segera menyela ia tahu bahwa aku akan terus mengeluh tentang sayapku.

“Bukan sayapmu yang patah Ngat, yang patah adalah harapanmu untuk hidup, yang patah adalah mimpimu dan yang sakit adalah pikiranmu. Sadarlah! Dan yah jikalau kita tahu kita mati esok dimanapun dan kapanpun akan sama tetap mati, maka kenapa kita tidak membuat perubahan dan membuatnya berbeda? Mungkin mengubahnya dari penantian yang menakutkan dan menyedihkan menjadi penantian yang begitu menyenangkan? ” tutur kalong sepertinya ia agak kesal kepadaku terdengar dari suaranya yang sedikit meninggi. Namun, apa yang Kalong ucapkan membuatku tergugah.

“Kau benar Kalong, jika sekarang atau esok aku mati dan akan tetap mati kenapa tidak membuatnya berbeda dan menjadi lebih menyenangkan? Kau benar! Benar sekali! Terima kasih Kalong sahabatku, aku mengerti sekarang,” sahutku penuh gairah layaknya bunga yang layu disiram dan dipupuk hingga terlihat segar kembali, mataku berbinar ceria dan aku melanjutkan perkataanku. “Dan mulai saat ini aku akan memulai dengan penantian yang menyenangkan! Melakukan segala hal yang aku ingin gapai dan membuat kehidupan makhluk lain lebih berwarna meskipun aku berwarna membosankan bukankah aku masih bisa membuat kehidupanku dan orang lain berwarna dan bahagia? Meskipun aku kecil dan tak berdaya bukankah aku masih memiliki sahabat terbaik yang berbadan besar dan kuat? Meskipun aku tak populer di kalangan Bunga Musim semi, tetapi mungkin saja aku tak cocok dengan mereka dan aku memang ditakdirkan menjadi sahabat para Rumput yang bunganya hanya mekar di malam hari kan dan para Kupu-kupu bahkan tidak bisa menandingi kemampuanku itu.” Aku tersenyum bahagia dengan pikiran dan ide-ide gila yang akan aku lakukan sembari menunggu mautku datang.

Kalong mendengarkan dengan serius ia tahu perkataanya menggugah hati dan pikiranku hingga ia bertanya, “lalu apa mimpimu?”

Aku tertegun sesaat memikirkan begitu banyak mimpi.“Kalong, aku ingin terbang jauh sekali menembus awan malam hingga aku bisa melihat cahaya bulan dan bintang dari dekat dan aku ingin sekali mengungkapkan perasaanku pada Pohon Flamboyan bahwa aku sangat menyukainya, menyukai bunganya, harumnya, tingginya, hijau daunnya, dan segala hal tentang Pohon Flamboyan.” Aku tersipu mengatakannya, entah apa yang akan dipikirkan oleh sahabatku mendengar bahwa seekor ngengat kecil sepertiku memiliki keinginan yang begitu besar.

“Waw, luar biasa mimpimu sama besarnya dengan keberanianmu dan apa? Kau menyukai Pohon Flamboyan? Apa kau jatuh cinta? Apakah itu yang menjadikanmu menolak untuk kawin?” tanya Kalong penasaran.

“Ya, aku mencintai Flamboyan, tetapi aku sadar bahwa Flamboyan adalah sebuah pohon yang menjulang tinggi dan aku hanya seekor ngengat kecil kami sangat berbeda tidak mungkin bisa bersatu dan aku sadar itu. Namun, aku bukannya menolak untuk kawin disebabkan Flamboyan hanya saja tak ada satupun ngengat jantan yang menghampiriku, mungkin karena aku terlalu aneh untuk mereka.” Aku menyunggingkan senyum ketir.

“Ah, sudahlah musim kawin telah berakhir dan kini fokuskan pikiranmu kepada mimpimu termasuk menyatakan perasaanmu kepada Flamboyan dan untuk terbang bukankah aku cukup tangguh? Iya kan?” Kalong berusaha menggodaku dengan menunjukan sayapnya yang lebar.

Kalong membelakangiku dan menyorongkan punggungnya dengan keyakinan penuh aku menaiki punggung kalong yang berbulu. Aku begitu semangat menyambut mimpiku mengejar cahaya bulan dan menatapnya dari dekat.

“Kau siap?” tanya Kalong, aku bergeming dan tanpa aba-aba Kalong langsung mengepakan sayapnya dengan kencang dan kami menuju cahaya bulan.

Namun, semakin tinggi kami berusaha menggapai bulan, ia malah semakin jauh dan semakin tipis pula udara yang kami hirup sehingga kami merasa sesak. Tanpa sadar Kalong tiba-tiba menghentikan kepakannya aku memanggilnya berkali-kali, tetapi ia tidak menyahut dan kami langsung jatuh melantas ranting pepohonan yang menjulang tinggi.

Gedebuk!

Aku melihat sekelilingku dan semuanya begitu gelap, aku tahu aku hewan yang penglihatanya kurang, tetapi kali ini berbeda gelap yang benar-benar gelap. Namun, pendengaranku masih bisa berfungsi dan aku mendengar desahan Kalong yang tak jauh dari tempatku berada, dengan tertatih-tatih aku berusaha menghampiri Kalong dan akhirnya aku bisa merasakan lembutnya bulu halus dileher kalong.

“Ngat, Ngat, Kau tidak apa-apa?” panggil Kalong, suaranya begitu lemah dan ia masih mengkhawatirkan aku padahal keadaannya pasti lebih parah dariku.

“Ya, Kalong ini aku Ngengat.” Sahutku.

“Ngat, kau tadi melihat bulan kan? Indah ya? Kau tahu kita di mana? Apa kita di surga?” Suara Kalong terdengar tersenggal-senggal menahan rasa sakit.

“Tolong jangan bicara lagi Long, kau tahu jika akhirnya begini aku pasti membatalkan mimpiku.” Aku mulai menangisi takdir kembali dan sebagaimana Kalong biasanya ia selalu mencegah aku menampik takdir.

“Kalau begitu kau yang membatalkan mimpiku Ngat,” timpal Kalong.

Aku terkejut dengan ucapannya dan bertanya, “memangnya apa mimpimu Long?”

“Aku ingin mewujudkan mimpi sahabatku.” Suara kalong semakin melemah dari suaranya ia menahan rasa sakit yang luar biasa. Namun, ia berusaha membuatku terhibur.

“Dengar Ngat, takdir adalah jalan hidup yang telah diatur yang Maha Kuasa kau tidak bisa mengubahnya, tetapi kau bisa membuatnya lebih menyenangkan dan aku tahu ajalku sangat dekat Ngat, aku bahagia telah mewujudkan mimpimu meskipun hanya satu dan maafkan aku karena hanya bisa menemanimu sampai saat ini ….” Suara Kalong tiba-tiba menghilang, aku merasa khawatir Kalong benar-benar meninggalkanku sendirian dengan kehidupan di dunia ini, baru saja beberapa saat kami berbincang penuh gairah kini Kalong benar-benar tiada, padahal ia sumber satu-satunya harapanku serta pohon mimpiku dan kini ia telah pergi selamanya.

“Kalong?Kalong kau masih ada? Kalong? Kalong!” teriakku, aku tahu kini kalong benar-benar pergi. Hancur sudah aku, sahabatku pergi, sayapku patah, dan bahkan kini aku tak tahu ada dimana.

Aku hanya bisa menangisi kepergian Kalong diatas jasadnya hingga beberapa saat kemudian ada yang memanggilku, “kau! Serangga kecil? Ada apa? kenapa kau menangis?”

“K-kau siapa? A-aku tidak bisa melihatmu aku hanya bisa mendengarmu.” Sahutku pada suara misterius itu.

“Aku adalah pohon yang kau dan sahabatmu timpa, kalian kenapa?” tanya Si Pohon.

“Aku dan sahabatku berusaha meraih cahaya bulan. Namun, semakin jauh kami terbang semakin sedikit udara yang kami hirup dan itu membuat sahabatku pingsan hingga kami jatuh menimpamu sayangnya sahabatku terbentur keras pada kayumu.” Jawabku berusaha menjelaskan kronologi kejadian ini.

“Aku turut berduka cita atas perginya sahabatmu, apa kau juga terluka tampaknya sayapmu hilang separuh?” tanya Si Pohon itu kembali.

“Aku sudah kehilangan sayapku sejak dahulu dan kini ia telah lepas sempurna lagipula apa gunanya jika sayap berharga lainnya turut pergi juga.” Sahutku pesimis.

“Apakah kau Ngengat Si Sayap Patah?” Pohon ini tampaknya sangat penasaran denganku.

“Aku tidak tahu jika makhluk lain memanggilku begitu,” ucapku seadanya aku tidak begitu tertarik dengan pembicaraan ini.

“Benar kau adalah Ngengat Si Sayap Patah sahabat dari kelelawar buah, dan apakah dia itu sahabatmu? Malang sekali baru saja kemarin aku dengannya berbincang mengenaimu, perkenalkan aku adalah Pohon Flamboyan. Kau tahu kau begitu popular dengan keberanian dan semangatmu hingga aku begitu kagum padamu.” Tutur Flamboyan.

Ucapan Flamboyan membuatku terkejut, apakah artinya pada akhirnya mimpiku terwujud? Aku menangis terharu meskipun telah menjadi jasad sahabatku masih memberikan manfaat padaku dan mewujudkan impianku.

Aku memeluk jasad Kalong dengan erat dan berbisik di dekat telinganya, “terima kasih sahabatku.”

إرسال تعليق

Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.