Siapa Mereka Sebenarnya? - Hartina Hidayatillah (LCPC 14 Cerpen)
Siapa Mereka Sebenarnya?
(Hartina
Hidayatillah)
Semua dia sadari saat dia menginjak bangku
SMP, ketika ban motornya kempes dijalan dan dia harus mendorong motor sekitar
200 meter untuk sampai ketempat tambal ban. Rasanya seperti dejavu, dia coba mengingat-ingat
dan ternyata benar, dia mengalami hal yang sama dalam mimpinya tadi malam.
Entah kenapa dia merasa aneh, tapi dia anggap itu sebuah kebetulan. Tiga hari
kemudian dia mencoba membuktikan mimpinya itu sebuah kebetulan atau tidak. Dia mimpi
seragam olahraganya ketinggalan, dan dia sengaja meninggalkan seragam
olahraganya. Benar saja, hari itu pelajaran olahraga dikosongkan karena ada
rapat guru yang dilaksanakan secara mendadak. Tapi semua itu dia abaikan dan
tidak pernah dibuatnya sebagai beban pikiran. Hingga akhirnya dia lulus SMP dan
masuk ke ranah SMA tanpa mengalami hal-hal dejavu seperti yang dia alami dua
tahun lalu.
Dia adalah Nadira jurusan IPA,
tepatnya di kelas IPA 2. Ibunya seorang guru, dan ayahnya seorang kontraktor.
Gadis berambut panjang sepunggung ini memliki pribadi yang rajin. Bukan hanya
rajin beajar, tetapi sejak SMP Nadira selalu berusaha untuk rajin dalam
beribadah meski sesekali dia tertidur dalam keadaan belum melakukan sholat isya,
dia selalu terbangun tengah malam dan melakukan sholat sebelum akhirnya kembali
tidur. Dari sinilah semua terulang kembali. Malam itu Nadira beajar diruang
tamu saat dia mngerjakan tugas sekolahnya. Nadira tiba-tiba terbangun dan kaget
karena ruang tamu dalam keadaan gelap. Dia hanya diam mengingat sebelum
terbangun dia sempat merasa ada seorang laki-laki yang duduk dikursi pendek
ruang tamunya. Kesokan harinya Nadira menanyakan pada ibunya saat sedang
sarapan.
“Ibu
semalam mematikan lampu ruang tamu ya saat aku tertidur?”, tanya Nadira sembari
menghampiri meja makan.
“Iya,
ibu suruh kamu pindah tapi kamu tidak mau”, sahut ibunya.
“Hmm,
ayah semalam pulang bu?”, tambah Nadira.
“Tidak,
ayahmu pulang baru siang nanti. Memangnya kenapa?”, ibunya kembali bertanya
“Tidak,
hanya bertanya saja bu”, sahut Nadira.
Hari
ini ada kegiatan survei UMKM yang harus dilakukan oleh Nadira bersama teman
sekelompoknya. Nadira dan temannya Intan berencana menginap dirumah Widya malam
nanti untuk mengerjakan tugas sekaligus menikmati Sabtu malam Minggu bersama
teman-temannya. Pagi harinya Nadira termenung. Dia hanya diam saat
teman-temannya sedang bergosip tentang kabar burung tentang teman sekelas
mereka.
“Kamu
kenapa Ra?”, tanya Widya yang melihat Nadira dalam pandangan kosong.
“Ha?,
tidak apa-apa”, sahut Nadira.
“Yakin
tidak ada apa-apa?, kamu bisa cerita sama kita, kita kan sahabat kamu”, ucap
Intan.
Nadira
pun menceritakan bahwa dia bingung dengan mimpinya tadi malam. Dia bermimpi dia
berada dalam masa kecilnya diusia 10 tahun, dan ada seorang nenek tua yang
ingin menculiknya dan mimpi itu terasa seperti nyata. Intan dan Widya berusaha
untuk menanggapi dengan arah yang positif agar Nadira tidak panik.
Tidak terasa satu bulan berlalu. Hari
itu Intan dan Widya menjenguk Nadira yang sakit sejak dua hari lalu. Nadira
kembali bercerita tentang mimpinya bahwa kemarin saat sakit dia bermimpi ada
seorang laki-laki dan anak laki-laki yang melihat dia dari balik pintu samping
rumahnya. Dan kedua orang itu berwajah aneh karena mulutnya berbentuk oval. Nadira
menyampaikan bahwa dia sering mengalami mimpi aneh tapi tidak semua mimpi bisa
dia ingat.
“Ayah
dan ibu kamu tau soal ini Ra?”, tanya Widya
“Tidak,
aku enggan bercerita. Pasti mereka hanya menanggapi kalau mimpi hanya bunga
tidur seperti dua minggu silam”, jawab Nadira.
“Dua
minggu silam?, kamu cerita apa ke mereka?”, tanya Widya lagi.
Nadira
kembali bercerita bahwa sebelum sakit dia juga sempat bermimpi aneh. Ada seekor
ular hitam didalam rumahnya dan ular itu terus mengikuti Nadira. Seolah bisa
berkomunikasi dengan ular itu Nadira memarahi ular itu dan meminta ular itu
pergi, tapi ular itu hanya pergi dan masuk kedalam kamar Nadira.
“Sepertinya
ada yang aneh Ra. Coba kamu tanyakan ke orang-orang pinter Ra. Mungkin bisa
dapat solusi”, kata Intan
“Aku
bingung, aku tidak ada kenalan orang-orang yang bisa memahami hal-hal sepeti
itu”, jawab Nadira
“Nanti
kita coba bantu buat carikan Ra. Kamu tenang aja ya”, timpal Widya.
Nadira selalu cemas ketika
menceritakan hal itu kepada teman-temannya sehingga teman-temannya ikut cemas
memikirkan mimpi Nadira. Ditambah lagi memang akhir-akhir ini Nadira sering
bercerita melihat sosok aneh dijalan, didekat rumahnya, bahkan saat mengendarai
motor bersama Intan sepulang dari rumah Widya Nadira melihat anak kecil yang
jalan sempoyongan dijalanan sepi ke arah rumah Intan, sedangkan Intan tidak
melihat apa-apa. Akhirnya Widya mengajak Nadira untuk bertemu dengan Surya,
temannya yang katanya bisa mengetahui hal-hal mistis. Surya meminta Nadira
menceritakan semua yang dialaminya yang kini sedang dia khawatirkan. Setelah
mendengar semua cerita Nadira, Surya mengatakan bahwa ada sosok yang menjaga
Nadira.
“Kamu
tidak perlu khawatir. Ada sosok yang menjaga kamu, mungkin itu khodam yang dulu
dimiliki oleh orang tua, atau kakek-nenekmu”, ucap Surya.
“Trus
aku harus berbuat apa?”, tanya Nadira pada Surya.
“Kalau
aku jadi kamu, justru aku bangga karena aku punya keunikan yang tidak dimiliki
banyak otang, kamu bisa jadi indigo kalau kamu mau lebih memahami dan
menggeluti mereka-mereka itu”, sahut Surya.
“ooo
begitu?”, jawab Nadira yang tidak sependapat dengan Surya namun tidak mau
berdebat saat itu juga. Setelah hari itu, Nadira menyampaikan pada Widya untuk
tidak lagi bertemu Surya dilain waktu.
“Aku
berterima kasih sebelumnya Wid, tapi aku tidak mau bertemu teman kamu si Surya
itu lagi. Bukannya aku dapat solusi, dia malah mengatakan aku punya khodam dan
semestinya aku bangga dengan hal itu. Kan aneh”, pungkas Nadira yang merasa
kesal saat itu.
Widya
hanya diam tanda mengiyakan permintaan sahabatnya.
Baru
saja Nadira sedikit tenang selama satu bulan, dia justru semakin dikejutkan di
satu bulan kemudian saat dia ke rumah pamannya. Nadira bercerita pada ibunya
bahwa dia melihat seorang nenek tua mengenakan bawahan batik coklat, baju broken white, dan berambut putih dengan
sanggul sedikit berantakan ditandai dengan sisa rambut di kanan kiri wajah
nenek tersebut saat mereka berjalan menuju mushollah kampung menjelang maghrib
dengan suasana hujan gerimis hari itu. Awalnya ibunya tidak percaya, tapi ibu
Nadira justru melihat tembok bata berlumut didekat rumah kosong dekat mushollah
yang saat mereka pulang ternyata adalah halaman dengan segerombol pohon pisang,
bukan tembok bata berlumut. Akhirnya ibu Nadira percaya dengan apa yang
diceritakan Nadira. Setelah sampai dirumah pamannya, Nadira merasa pernah
bertemu dengan nenek yang tadi dia lihat, tapi lupa dia bertemu dimana. Saat
perjalanan pulang, Nadira baru sadar bahwa nenek-nenek yang tadi dia lihat sama
persis seperti nenek-nenek yang menculiknya dalam mimpi. Nadira menceritakan
hal itu kepada ibunya saat sampai dirumah tapi ibunya sedikit ragu. Untuk
meyakinkan ibunya, Nadira menelpon Intan dan Widya dengan ibunya juga turut
mendengarkan pembicaraan mereka. Nadira menceritakan semua mimpi yang
dialaminya kepada ibunya. Nadira dan ibunya bingung dan tidak tahu harus
berbuat apa.
Dua hari kemudian, Nadira mengalami
ketindihan ketika sedang tidur. Dia kesulitan nafas dan tidak dapat bergerak.
Beruntung ibu dan ayahnya mengetahui karena saat itu Nadira sedang tertidur di
sofa ruang keluarganya. Ibu dan ayahnya segera memaksa Nadira untuk terbangun.
Nadira pun terbangun dan menangis.
“Kamu
kenapa nak? Kamu mimpi apa?”, tanya sang ayah.
“Dira
mimpi ada orang yang memberi Dira sekotak nasi, tapi saat Dira buka ternyata
banyak belatung didalamnya”, jawab Nadira sambil menangis tersengal-sengal.
“Dira
tidak mau memakannya tapi orang yang memberi makanan itu melotot pada Dira, dan
tiba-tiba Dira tidak bisa bergerak dan sulit bernapas yah. Nadira bingung,
siapa mereka yang sering mengganggu dalam tidurnya Dira”, tambah Dira.
“Sudah-sudah,
kamu yang tenang, jangan terlalu dipikirkan”, ucap ibunya berusaha menenangkan.
Beberapa hari kemudian, saat ibu
Nadira di sekolah, ada beberapa guru yang membahas perihal mimpi. Dan ada salah
seorang guru yang mengatakan bahwa ketika seseorang mimpi menerima makanan dari
seseorang, itu aartinya ada barang kiriman. Ibu Nadira kaget dan langsung
bertanya.
“Gimana?
Barang kiriman gimana maksud pak Ilham?”, tanya ibu Nadira kepada guru
konseling disekolahnya.
“Iya
bu, jadi ada yang mengatakan, kalau ada orang yang mimpi menerima makanan dari
orang lain itu adalah pertanda buruk. Bisa jadi itu pertanda adanya kiriman
santet, guna-guna, atau mungkin sihir”, Jawab pak Ilham.
“Kalau
makanan itu tidak dimakan?”, tanya ibu Nadira lagi.
“Wah,
kalau soal itu saya kurang tahu bu, bisa jadi tetap ada, bisa jadi tidak sampai
menerima kiriman barang-barang jahat mungkin. Memangnya kenapa?”, tanya pak
Ilham balik.
Dari
pertanyaan tersebut, ibu Nadira menceritakan semua yang dialami anaknya. Kemudian
pak Ilham menyarankan agar ibu Nadira konsultasi kepada pak Taufik, guru
pendidikan agama disekolah mereka.
“Beliau
mengenal dan memahami hal-hal seputar yang ibu ceritakan lebih daripada kita
bu. Mungkin ibu bisa coba kesana bersama anak ibu”, ujar pak Ilham memberi
saran.
“Baik
pak, terima kasih sudah memberitahu saya pak”, ucap ibu Nadira.
Hari itu Nadira, ibu, dan juga
ayahnya sedang duduk diruamg keluarga. Ibunya menceritakan tentang kejadian
disekolah hari ini. Dan ayah Nadira pun setuju demi ketenangan hati anak semata
wayangnya. Keesokan harinya pukul 16.30 WIB mereka bertamu ke rumah pak Taufik.
Betapa mengejutkan, setelah semua hal diceritakan oleh ibu Nadira, pak Taufik
mengatakan bahwa Nadira memang sedang menjadi incaran sebangsa jin. Rupanya hal
ini disebabkan oleh ayah Nadira dan pekerjaannya. Pak Taufik memaparkan bahwa
ayah Nadira melakukan beberapa kesalahan dalam pekerjaannya. Diantaranya ialah
menaruh dan menyediakan sesajen secara pribadi dalam proyek pembangunan
flyover. Ayah Nadira juga membuang air panas tidak pada tempatnya yang ternyata
mengenai salah satu dari bangsa mereka.
“Syukur
anak bapak dan ibu ini tidak pernah meninggalkan sholat dan tidak pernah
kelayapan malam-malam”, ujar pak Taufik.
“Nadira
bisa baca Al-quran nak?”, tanya pak Taufik pada Nadira.
“Bisa
pak, Alhamdulillah Nadira masih ikut ngaji di TPQ meskipun kadang bolos karena
lelah saat pulang sekolah terlalu sore”, jawab Nadira dengan perasaan malu.
“Tidak
apa-apa, nanti bapak kasih tahu beberapa surat yang bisa Nadira baca agar
Nadira terhindar dari gangguan jin. Tapi jangan lantas meninggalkan bacaan
al-quran yang lainnya ya”, sambung pak Taufik
Nadira
mengangguk mengiyakan ucapan pak Taufik. Dalam waktu yang bersamaan, pak Taufik
mengingatkan ayah Nadira bahwa tidak diperbolehkan seseorang membuang sampah
terutama air panas ke sembarang tempat. Karena memang tidak bisa dipungkiri
bahwa di bumi ini bukan hanya manusia yang menempatinya, tetapi juga ada
makhluk yang lain. Dan salah satu cara agar kita tidak diganggu adalah kita
tidak mengganggu mereka dan tidak pula bersekutu dengan mereka.
“Lantas
bagaimana dengan nenek tua yang ditemui anak saya baik dimimpi ataupun didunia
nyata itu pak?”, tanya sang ibu.
“Itu
berkaitan dengan sesajen yang diberikan oleh pak Anwar bu. Suami ibu menaruh
dan meracik sesajen itu sendiri, dan hal itu menjadi bentuk kesepakatan antara
beliau dengan jin yang berada dilokasi proyek”, jawab pak Taufik.
“Bukan
begitu pak Anwar?”, sambung pak Taufik bertanya pada ayah Nadira.
Ayah
Nadira membenarkan ucapan pak Taufik, memang itu salah satu proyek besar yang
dipegang pribai oleh ayah Nadira dan harus berhasil. Dengan saran dari rekan
kerjanya ayah Nadira membuat sebuah sesajen dan menaruhnyaa disebuah tempat
dengan meyakini dalam hati bahwa tidak akan ada gangguan dalam pengerjaan
proyek dengan adanya sajen tersebut. Kejadian itu memang tepat ketika Nadira
duduk di bangku kelas 4. Dan selain proyek flyover itu, ayah Nadira hanya
menjadi tim, bukan menjadi pemegang tanggung jawab proyek-proyek besar. Pak
Taufik pun mmberikan sedikit bantuan dan beberapa anjuran amalan doa, serta
meminta keluarga Nadira untuk senantiasa menjaga kebersihan baik kebersihan
badan maupun rumah, serta senantiasa mencuci kaki sebelum masuk rumah, tidak membiarkan
cucian basah berada diluar rumah ketika malam hari, dan senantiasa melaksanakan
kewajiban-kewajiban ibadah sesuai dengan perintah agama. Kebersihan harus
selalu dijaga karena tertulis dalam salah satu hadist bahwa kebersihan adalah
sebagian daripada iman.
Dari
kejadian tersebut, Nadira, ayah, dan juga ibunya menjadi keluarga yang lebih
rajin beribadah, serta selalu berhati-hati dalam melakukan suatu pekerjaan baik
dirumah maupun diluar rumah. Mereka bersyukur hanya mengalami sedikit
keganjilan dalam kehidupannya. Mereka juga sebisa mungkin untuk menghindari
membuang sampah sembarangan seperti saat diperjalanan, dan tidak membuang air
panas sebelum suhunya dinormalkan dengan mencampurnya menggunakan air biasa,
karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa makhluk yang ada di dunia ini bukan
hanya manusia, dan sudah sepatutnya kita tidak saling mengganggu satu sama
lain.
TAMAT
Posting Komentar