“Matamu terlihat cantik ketika malam. Jangan mengira aku akan menyandingkan manik matamu dengan bulan, sayang. Milikmu jauh lebih terang dari bola sirius.”
Mulutmu terlihat lihai ketika bersajak. Jangan mengira aku tidak menyadari titik sangsi di matamu, sayang. Makar mulutmu lebih nyata dari perbuatanmu.
“Suara manjamu seperti wahana lepas rindu. Di sini aku membayangkan bisa menyentuh pipi ranum yang sering terlipat menatapku. Tenang saja, aku hanya hilang sesaat.”
Suara tenangmu seperti wahana sajak tipu. Di sini aku mengetahui segala kebenaran yang kau lipat rapi di bawah ranjangmu. Tenang saja, aku masih memberimu tempat.
“Aku bukan lelah bersajak untuk cinta. Aku sedang sibuk. Apa menurutmu berkasih bisa membuat kita cukup? Diamlah! Kau pengganggu.”
Aku bukan lelah untuk merajuk. Aku sedang menunggu. Apa menurutmu menjadi sampah bosan membuatku dungu? Mengakulah! Kau pengkhianat.
“Lihatlah diriku! Aku memiliki kehidupan. Dewasa tentu memiliki prioritas lain. Kau membosankan. Kau seperti sarang lapuk yang tidak layak dihadap pulang.”
Lihatlah diriku! Aku menunggumu pulang. Dewasa memang perlu mengerti rasanya perih. Kau melupakan. Kau bersajak seakan kau manusia penuh cinta. Sajakmu, mayat rindu.
Malang, 11 Maret 2020
Biodata Penulis
Ananda Pramesti Regitha Cahyani, seorang perempuan berusia 19 tahun yang lahir di Malang pada 10 April 2001. Selain hobi menulis dan mendengarkan musik, ia sibuk bergumul dengan kecintaannya, tugas kuliah. Nanda adalah calon guru Bahasa Indonesia yang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Malang. Jika ingin mengenalnya lebih jauh, hubungi melalui email nandcahyani@gmail.com maupun Whatsapp 0856-0802-5547. Meskipun tidak begitu suka update, Nanda masih bisa bertegur sapa di @nandcahyani.